Dulu,
kuasa semesta hendak mengiringku, ku ayun sepatu pelempar batu...
dia coba merayu, ku tantang dia dengan tinju,
aku berlalu, laju dengan dayung ditanganku.
Bertemu pada suatu waktu, coba dia mengaturku, mendidih darahku,
aku berlalu.
Pernah suatu ketika, dalam letihku, ditamparnya aku
kau terpapar waktu, bisiknya dan tiada hirau ku,
aku berlalu.
Waktu angan menggiringku, ditamparnya aku,
gagu dalam marahku, kalau hendak menekukku, kepalku sebeku palu,
ditamparnya aku, merah mataku, kuremas kau jadi abu
ditamparnya aku, ku lumat dia dengan mataku,
ditamparnya aku, kau terpapar waktu
aku berlalu.
Api dimataku, ditamparnya aku
ku ayun tinju, terjerembab ngilu, asin dimulutku, ditamparnya aku
ngilu di tulangku, gemeretak buku jariku, ditamparnya aku
tak mau ku diberi tahu, ku kasi dia tinju di dagu,
aku berlalu.
Dalam marah, perahuku laju,
marah, lautku merah
dalam marah, dayungku laju,
perahuku ditelan kabut, dalam waktu, pudar bayangku
berbisik ditelingaku, kau tak dengarkanku..
Kuasa semesta coba temaniku,
lelaki, ku tak perlu babu,
marah, kuminum darah kau mentah, tak kau mengaturku...
ditamparnya aku, tinjuku menderu,
ditamparnya aku, napasku berburu,
dibelainya aku, teronggok aku dikulum waktu
Terpuruk aku tak tentu aku
tak ku aku kalah, ku gagah kata amarah
aku tak tentu aku
Merah mataku merah, air mataku darah,
kalah dan kalah, masih saja bersimbah amarah
dalam senyum ditamparnya aku...
aku membelalak
dia terbahak...
aku tak tentu aku.
Ditamparnya aku
ditamparnya aku
ditamparnya aku
ditamparnya ku
sakit tak seberapa, pilu didadaku
Tergolek di bibir perahu, tak sebuku jari ikut perintahku... menggigil tanpa seijinku, tubuhku menamparku...
dilengkung horison, sedih menatapku, tersenyum ku gundah, napasku lemah
ingin ku tampar mukaku, tubuhku kaku...
Manolin, Manolin....
Aku, Santiago lapuk ditampar waktu...
kuasa semesta hendak mengiringku, ku ayun sepatu pelempar batu...
dia coba merayu, ku tantang dia dengan tinju,
aku berlalu, laju dengan dayung ditanganku.
Bertemu pada suatu waktu, coba dia mengaturku, mendidih darahku,
aku berlalu.
Pernah suatu ketika, dalam letihku, ditamparnya aku
kau terpapar waktu, bisiknya dan tiada hirau ku,
aku berlalu.
Waktu angan menggiringku, ditamparnya aku,
gagu dalam marahku, kalau hendak menekukku, kepalku sebeku palu,
ditamparnya aku, merah mataku, kuremas kau jadi abu
ditamparnya aku, ku lumat dia dengan mataku,
ditamparnya aku, kau terpapar waktu
aku berlalu.
Api dimataku, ditamparnya aku
ku ayun tinju, terjerembab ngilu, asin dimulutku, ditamparnya aku
ngilu di tulangku, gemeretak buku jariku, ditamparnya aku
tak mau ku diberi tahu, ku kasi dia tinju di dagu,
aku berlalu.
Dalam marah, perahuku laju,
marah, lautku merah
dalam marah, dayungku laju,
perahuku ditelan kabut, dalam waktu, pudar bayangku
berbisik ditelingaku, kau tak dengarkanku..
Kuasa semesta coba temaniku,
lelaki, ku tak perlu babu,
marah, kuminum darah kau mentah, tak kau mengaturku...
ditamparnya aku, tinjuku menderu,
ditamparnya aku, napasku berburu,
dibelainya aku, teronggok aku dikulum waktu
Terpuruk aku tak tentu aku
tak ku aku kalah, ku gagah kata amarah
aku tak tentu aku
Merah mataku merah, air mataku darah,
kalah dan kalah, masih saja bersimbah amarah
dalam senyum ditamparnya aku...
aku membelalak
dia terbahak...
aku tak tentu aku.
Ditamparnya aku
ditamparnya aku
ditamparnya aku
ditamparnya ku
sakit tak seberapa, pilu didadaku
Tergolek di bibir perahu, tak sebuku jari ikut perintahku... menggigil tanpa seijinku, tubuhku menamparku...
dilengkung horison, sedih menatapku, tersenyum ku gundah, napasku lemah
ingin ku tampar mukaku, tubuhku kaku...
Manolin, Manolin....
Aku, Santiago lapuk ditampar waktu...
Comments