Skip to main content

Diujung Musim Gugur

Darah mengental di nadi, aorta menggelora, jantung terus saja memompa.
Butiran-butiran keringat berlompatan dari pori, berhamburan, bercerabutan disela ramang.
Tenggorok digorok parau, gurau kacau terjebak payau galau, ceracau di thorax dicekam diafragma
Nadi menegang, vena membelintang, arteri menari dalam marche funebre, bukan Marionete atau Chopin, tapi Beethoven dalam trans.

kau usap mukaku, kau usap mataku, kau usap wajahku,
kau balut mukaku, ku pagut cintaku, kau hilang. Pilu..
Hanya bayang..
Hanya bayang..

HHHHHEEEEEEEEEEEIIIIIIIIIIIIIII............................

Siapa menanam durja,
Kenapa merajam cinta?
Fana hanya kita kakanda, mungkin tak kala untuk kau senja, bisa saja hilang kau dalam sehasta, terra incognita di mana-mana, marre incognitum penuh nujum, kembara kenapa?
apa yang kau cari cinta?

Semesta hening memekak otak, mayapada ternganga menggelitik pelik, gagu didasar kalbu.

Dulu ragu dan mas que nada ku lagu, night train berucap untukku. Saat itu garuda ku nakhoda, visnu ku jelma, awan dikepalan, sebatang marlboro, dan I did it my way... horison meninggalkan bukit barisan.
Ku pandang dunia dengan dagu, ku gulung playdough, ku bentuk suka-suka. Kulemparkan canda, anakku tertawa, duniaku penuh cahaya dan penyairku menyebar sajaknya. Cinta dalam dekap, ku dengar langkah cahaya berlari melompati Himalaya, ku kejar mustafa yang menyebar bunga rampai di Aconcagua, dia melompat ke Denali, dari Elbrus Kirana melambai. Mengambang bersama embun Kerepakupai, Sadeq bercerita tentang Auyantepui. Di Palolok, Varanus Salvator tersenyum menyapa Gunter Grass. Dari balik Singgalang, Polonaises Chopin berkata, hasta la vista.

Terjerembab, mataku sembab. Sepagi ini, tak ada hangat untukku. Semalam tadi tidur tak menyentuhku. Susu hangat, roti dan mentega membuat ku dahaga. Mockingbird dari ranting Mapple berdaun saga bersahutan dengan Saloma dibalik kaca. Blue Jay berteriak meemanggil anaknya, aku diam merindukan peluk cahaya cinta mustafa. Rindu menjajah ku dan ku kalah. Kalahku parah.

dimana aku cinta?

Di awal musim gugur, ku lihat ranting yang tak mau melepas daun. Di tengah musim gugur ku pandang daun yang tak mau gugur, kuningpun enggan. Di akhir musim gugur, ku lihat semua tersungkur.

Kedinginan, ku mengadu pada dahan dan dia tertawa. Isak bergejolak di gema suaranya, gemeretak siul ranting ranting bekunya. Penuh ancam, dipandangnya cemara, nafsunya bergelora, dendam kesumatnya membara, api di pucuk-pucuknya. Sebentar saja, beku kembali semua, angin dari utara menyapa. Kedinginan, dahan memeluknya, rating menyapa "mana rantingmu, kenapa tak kau bawa?"

kenapa ku di sini cinta?

Jikalau pun tak ada jawaban karena jalan tanpa pilihan, tak ku lepas kau bayang.
andai pun tak ku rela jauh, tak ku terima lumpuh, sekarang jauh sebelum subuh, tak ku punya suluh.
Tak ku lepas kau bayang.

Memandang cemara dari sudut ini, kurindu daunku membeku seperti paku,
Muak aku berkibar menampar bayu, rindu aku tenggelam dalam pelukmu..

cinta?


Comments

Popular posts from this blog

Reconciliation

Last August 11 is my 6th anniversary. Congratulation to me! Yet, sadly this is the second consecutive year I cannot celebrate it properly. This year just as last year, I was separated by distance from my wife, and I cannot pass it. Thus, besides bringing grateful feeling of the six years of blessings as man and wife, with two light of Kiran and  Sadeq in my little heaven, this anniversary also makes me blue. This year August 11 falls at Saturday. Here in Syracuse, NY it delays 11 hours after one in Indonesia. Under my unintended ignorance, I that was waiting to say "happy anniversary" to my wife forgot that it was already 11 in Indonesia. So, I had to said that after she reminded me. It was annoying. I was waiting for it, and this earth spinning mechanism tricked me. Today, I was also tricked by the time. After early breakfast at 4.00 AM in the morning, I fall asleep just after 4.40 AM. I woke up around 8.50 AM. As I have class at 9.00 AM, with an exceptional hurry,

Prudent Policy

They bear, in place of classic names, Letters and numbers on their skin. They play their grisly blindfold games In little boxes made of tin. Sometimes they stalk the Zeppelin, Sometimes they learn where mines are laid, Or where the Baltic ice is thin. That is the custom of (1st stanza of "The Trade", by Rudyard Kipling) Merchants always try to find ways of gain. They are as curious as a researcher, and also as sharp as a sniper. Opportunity is their focus of curiosity, and profit is their target. Their free attitude as well as pride confident are no public secret. Their activities are the heart beat of economy as well as society. Economic development is dependent to the trade unquestionably. Thus, if any body want to develop economy, they must develop trade. This state is also applicable to government in their effort to develop national economy. Developing trade cannot be done directly by the government. The independence of trade as well as their massive scope is